Psikologi Tasawuf

Psikologi Tasawuf

Psikologi adalah ilmu yang berusaha untuk mempelajari, mengkaji, meneliti tentang peristiwa mental, dan perilaku manusia serta hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan sufi adalah orang yang mengamalkan tasauf. Dalam bahasa arab, sufi memiliki beberapa makna. Menurut Abu Sa’id al-Kharraz (w. 268), sufi adalah orang yang hatinya disucikan oleh Allah, sehingga hatinya dipenuhi cahaya. Jafar Al-Khuldi (w. 348 H) berkata: “Sufi adalah penghambaan kepada Allah dan keluar dari dimensi kemanusiaan-bilogis (basyariyah), dan memandang al-Haqq secara kulliyah (universal)”. Basyar ibn al-Harist menyatakan: “ Sufi adalah orang yang hatinya suci karena Allah dan selalu berada di shaf paling depan dalam berupaya keras untuk dekat dan sampai kepada Allah SWT .Dari pengertian kedua disiplin ilmu tersebut, psikologi sufi berusaha untuk mengkaji, mempelajari dan meneliti perilaku (behavior) pengalaman spiritual para sufi ketika berinteraksi dengan Rab-nya (Allah) serta bagaimana pengaruhnya terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan disekitarnya.
Konsep psikologi sufi berbeda dengan psikologi sekuler yang dapat dikatakan menggunakan semata-mata kemampuan intelektual untuk menemukan dan mengungkapkan asas-asas kejiwaan. Psikologi tradisional (sekuler) berasumsi bahwa alam semesta secara keseluruhan bersifat materi, tanpa makna dan tujuan. Menurut psikologi sufi, alam semesta diciptakan berdasarkan kehendak Tuhan, dan mencerminkan eksisitensi-Nya. Al-Qur’an berkata: “bahwa milik Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap, disitulah wajah Tuhan berada” .

Menurut psikologi sekuler, bahwa manusia tidak lebih dari organisma tubuh, pikiran berkembang dan berasal dari sistem syaraf tubuh; tidak mengakui dimensi spiritual. Sebaliknya dalam psikologi sufi, elemen terpenting dalam diri manusia adalah “hati spiritual”, tempat institusi batiniyah dan kearifan. Penggambaran tentang sifat manusia dalam psikologi barat, hanya memusatkan perhatiaannya pada keterbatan manusia dan tendensi-tendensi neurotik, seperti yang diungkapkan oleh psikologi klinis, atau pandangan psikologi humanistik tentang keperibadian manusia hanya didekati melalui nilai-nilai kebaikan lahiriyah dan sifat positif dasar manusia, sedangkan psiklogi sufi menganggap manusia punya dua potensi yakni potensi tinggi yang jauh melebihi malaikat dan potensi rendah yang jauh lebih rendah dari binatang. Oleh karenanya, perlu metode untuk meningkatkan derajat spiritual kita, yaitu meniti jalan perang suci batiniyah dan riyadhah batiniyah dengan mengendalikan nafsu tirani menuju puncak jalan sufi.

Psikologi barat beranggapan bahwa puncak keahlian manusia, jalan memperoleh pengetahuan dan kearifan, dapat diperoleh dengan nalar logika; hampir segenap pengetahuan hanya dapat dikemukakan lewat sistimatika rasional yang ditata secara logis. Psikologi sufi memahami bahwa sistimatika kalimat-kalimat rasional bersifat terbatas, kondisi spiritual-lah yang melampaui penjelasan rasional. Konsep iman menurut psikologi barat adalah tidak mempunyai realita dan sebuah ide (gagasan) yang tidak mempunyai bukti yang kuat. Bagi psikologi sufi, iman berarti meyakini kebenaran yang berada dibalik beragam penampakan benda material. Iman menjadi dasar tempat berpijak seseorang dalam hubungannya yang benar dengan alam semesta dan Tuhan.

Psikologi sufi mengandung kearifan dari pengalaman dan petunjuk berabad-abad lamanya, yang melahirkan bermacam ragam gaya bersenandung meditasi, gerakan tubuh dan disiplin spiritual lainnya, telah tumbuh ditengah-tengah berbagai ras dan budaya yang berbeda. Tasauf adalah tradisi multikultural bagi semua orang, ia tidak menjadi spiritualitas elitis. Banyak para sufi besar buta huruf, tetapi punya kualitas ruhani. Jadi yang dinilai bukan pakain luar yang bersifat eksoteris, tetapi yang terpenting adalah punya kualitas hati .

Dimensi ruh yang dikaji dalam psikologi tasauf, sebenarnya bukan garapan psikologi. Ruh termasuk bidang kajian agama, khususnya tasauf Islam. Tetapi kajian-kajian tasauf, seperti al-Ghazali mengungkap adanya wilayah “transformasi” atau “wilayah perubahan” antara kesadaran biasa yang termasuk dimensi kejiwaan dengan kesadaran lain yang termasuk “alam hakikat”. Wilayah peralihan ini dapat dialami, dicapai dan dapat disadari oleh seseorang dalam kondisi yang khusyu. Wilayah ini dinamakan psiko-spiritual[4].

Daftar bacaan

[1] Haidar Amuli, Asrar Al-Syari’ah wa Athur Al-Thariqah wa Hakikat, penterj. Ashaff Murtadha, Oase, Bandung, 2005, cet. ke-1, hlm.xiv.

[2] Qs. Al-Baqarah [2]: 115

[3] Robert Frager, Heart, Self & Soul. The Sufi Psychology of Growth Balance & Harmony, penerj. Hasmiyah Rauf, Serambi, 1999, cet. ke-1, hlm.43.

[4] Psiko-spiritual adalah istilah Hanna Dhumhana Bastaman yang ia analisis dari pandangan Al-Ghozali tentang wilayah peralihan dari dimensi akal dan kesadaran dengan dimensi keruhanian (dzawq dan alam supra- sadar

About hajisuteja

Alumni IAIN Sunan Ampel (S2) Alumni UIN SGD Bandung (S3) Dosen IAIN CIREBON
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

Leave a comment